Timnas Indonesia U-23 Masih Dihantui Masalah Klasik

 

Timnas Indonesia sukses menekuk Timnas Singapura 3-0 pada laga tandang mereka di Stadion Nasional, Rabu (21/3) malam waktu setempat. Sebanyak tiga gol tim arahan Luis Milla berhasil dicetak Febri Hariyadi, Muhammad Hargiyanto, dan Septian David Maulana.

Itu tentu hasil yang menggembirakan diraih skuat Merah Putih. Namun, skuat Garuda masih dihantui masalah klasik yang belum mampu dipecahkan Milla.

Ya, Timnas Indonesia U-23 masih mengalami krisis striker. Ezra Walian yang kembali mendapat kesempatan sebagai starter pada laga lawan Singapura, tak mampu bermain bagus.

Bomber Almere City itu masih tumpul dalam memanfaatkan sejumlah peluang. Salah satu bukti nyata adalah peluang emas pada menit ke-25.

Ezra yang mendapat umpan jauh, tak mampu mencetak gol. Tendangannya masih ditepis kiper Singapura, Zharfan Rohaizad. Padahal, ia tinggal berhadapan dengan Zharfan.

Hal itu membuat upaya Milla mencari sosok striker yang tepat kembali mentah. Timnas Indonesia lagi-lagi hanya mengandalkan kepada para gelandangnya ketimbang striker.

Tengok saja tiga gol yang disumbangkan Garuda pada laga tersebut, semuanya disumbangkan para gelandang andalan.

Milla sebenarnya sempat memanggil satu lagi striker, Ahmad Nur Hardianto. Namun, ia tak sampai diboyong ke Singapura karena menderita penyakit hernia.

Pada pertandingan-pertandingan terdahulu, pelatih asal Spanyol itu juga sempat memercayakan tugas tukang bobol gawang kepada Marinus Wanewar pada SEA Games 2017 di Malausia. Meski demikian, Milla juga tampaknya tidak puas dengan pemain asal Papua itu.

Kemudian ia memanggil striker naturalisasi asal Montenegro, Ilija Spasojevic, pada beberapa kesempatan uji coba, termasuk di turnamen Tsunami Cup 2018. Lagi-lagi, Milla tampaknya masih belum yakin.

Mantan pemain Real Madrid dan Barcelona pun beberapa kali menjalankan strategi ‘false nine’ atau memasang gelandang serang sebagai striker.

Sebut saja Ilham Udin Armaiyn yang kerap menjadi langganan striker dadakan. Pada babak kedua, Ilham juga dimainkan sebagai striker menggantikan Ezra.

Satu lagi masalah klasik Garuda Muda tak memiliki pelapis play-maker. Evan Dimas yang absen pada laga itu karena cedera menjadi ujian bagi Milla.

Ia mencoba memasukkan Saddil di belakang striker dengan maksud menjadi pengatur seangan yang meneruskan aliran bola dari belakang, tengah, ke depan.

Upaya itu pun kerap mandek. Satu-satunya gol Timnas Indonesia pada babak pertama yang diciptakan Febri juga bukan berdasarkan skema permainan. Pemain Persib itu membobol gawang Timnas Singapura melalui tendangan jarak jauh di luar kotak penalti.

Milla memasukkan Septian David pada babak kedua untuk mengisi posisi play-maker, aliran serangan Garuda Muda mulai berjalan. Meski demikian, Septian tak memiliki karakter seperti Evan sebagai play-maker kreatif.

Septian lebih cocok bermain sebagai second striker. Seandainya Timnas Indonesia menghadapi tim-tim cepat dan agresif macan Thailand dan Vietnam, Merah Putih pasti akan menghadapi kesulitan luar biasa tanpa Evan Dimas.

Salah satu sisi positif pada laga itu adalah kembalinya Zulfiandi. Gelandang Sriwijaya FC tersebut dimainkan sebagai gelandang jangkar bersama Hargianto.

Perannya di posisi itu terbilang sukses dan mengingatkan pada kejayaan Timnas Indonesia U-19 yang sukses juara Piala AFF U-19 2014. Keberadaan Zulfiandi tentu bisa membuat Milla memiliki opsi lebih banyak di lini tengah.

Evan Dimas pun bisa dimajukan sebagai play-maker di belakang striker. Sebelumnya, Evan kerap diduetkan dengan Hargianto sebagai gelandang jangkar, tanpa kehadiran Zulfiandi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: