Target Satu Gelar di Jerman Terbuka Meleset, Ini Evaluasi Susy Susanti

Indonesia gagal memenuhi target satu gelar juara di Jerman Terbuka. Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) kecewa dan berharap hasil lebih sip di All England.

Indonesia sudah kepayahan di final Jerman Terbuka, Minggu (11/3/2018) dengan hanya meloloskan satu wakil Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Di babak puncak, Fajar/Rian harus mengakui ketangguhan ganda Jepang, Takuto Inoue/Yuki Kaneko, dengan skor 16-21 dan 18-21 dalam tempo 38 menit.

Meski gagal, Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PBSI Susy Susanti tetap mengapresiasi hasil yang dituai Fajar dan Rian. Meskipun di sisi lain dia menyayangkan Indonesia yang nirgelar dari Jerman.

“Gemas sih. Saya melihat sudah sampai final tapi… ya sayang. Apalagi, sebelumnya mereka lebih dulu mengalahkan seniornya, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di semifinal. Seandainya dipisah tentu Indonesia sudah bisa pastikan satu gelar,” kata Susy.

“Tapi, dibilang meleset, sebetulnya sudah on target. Tujuannya sudah, cuma saat terakhirnya (final) yang belum konsisten. Dalam arti kematangan mereka, keberanian, dan power-nya yang harus lebih ditingkatkan lagi. Ya, ini untuk persiapan mereka menuju All england. Semoga di sana mereka bisa menunjukkan diri lebih baik lagi,” ujar dia lagi.

Baca juga :  Hasil di Jerman Terbuka Kurang Sip, Tunggal Putra Harus Berbenah

Selain ganda putra, Susy juga menyoroti sektor lain, yakni ganda putri, tunggal putra, dan ganda campuran yang dinilai belum sepenuhnya matang. Yang paling disayangkan adalah ganda campuran seperti Hafiz Faisal/Gloria Emanuelle Widjaja serta Praveen Jordan/Melati. Menurutnya, kans ganda campuran untuk capai semifinal besar namun gagal.

Dia juga menyebut ganda putri Della Destiara Haris/Rizki Amelia Pradipta dan Anggia Shitta Awanda/Ni Ketut Mahadewi Istarani yang dinilainya belum konsisten.

“Begitu untuk tunggal putra sangat disayangkan. Memang lawannya ketat dan rata. Tapi kembali lagi kami soroti konsistensi atlet kami. Dalam arti dengan persaingan ketat otomatis kita harus lebih siap, fokus, dan kosentrasi,” katanya.

“Termasuk ketika memecahkan masalah di lapangan. Kemudian, faktor angin, shuttle kock. Ini akan terlihat jika si atlet sudah matang. Kalau elit dunia kan semifinal minimal masuk. Ini yang harus kami naikkan karena pemain muda kita belum sampai di sana, dia menambahkan.

Tantangan berikutnya untuk pebuluatngkis Indonesia ada pada All England. Turnamen super 1000 dan berhadiah total USD 1 juta itu dihelat 14-18 Maret.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: